DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM IRAN
TENTANG
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran
BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak atas Penghasilan
TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT:
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
1. | Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh setiap Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut. | ||||
2. | Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan terhadap seluruh penghasilan, atau unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak yang diperoleh atas keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak, dan pajak atas seluruh gaji atau upah yang dibayarkan oleh perusahaan. | ||||
3. | Persetujuan ini akan diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, khususnya:
|
||||
4. | Persetujuan ini akan berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan satu sama lain mengenai setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan perpajakan mereka. |
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. | Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang dimaksud dalam Persetujuan ini dengan:
|
||||||||||||||||||||||||||||
2. | Sehubungan dengan penerapan Persetujuan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan setiap istilah yang tidak dirumuskan dalam Persetujuan ini, kecuali jika disebutkan lain, akan, mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini. |
P E N D U D U K
1. | Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan” berarti setiap orang/badan yang, menurut undang-undang Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat manajemennya, tempat pendaftarannya atau atas dasar lainnya yang sifatnya serupa, dan termasuk Negara atau pemerintah daerah setempat. Namun istilah ini tidak meliputi orang/badan yang terutang pajak di Negara tersebut hanya atas dasar penghasilan dari sumber-sumber di Negara itu. | ||||||||
2. | Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 Pasal ini menjadi penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:
|
||||||||
3. | Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 suatu badan selain orang pribadi merupakan penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka badan tersebut akan dianggap sebagai penduduk Negara dimana tempat kedudukan managementnya efektif berada. |
BENTUK USAHA TETAP
1. | Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “bentuk usaha tetap” berarti suatu tempat usaha tetap suatu perusahaan di Negara Pihak pada Persetujuan di mana seluruh atau sebagian usahanya dijalankan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. |
2. | Istilah “bentuk usaha tetap ” terutama meliputi;
|
3. | Istilah “bentuk usaha tetap” juga meliputi:
|
4. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, kegiatan-kegiatan berikut yang dilakukan oleh perusahaan Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dianggap tidak akan diperlakukan sebagai perusahaan yang menjalankan kegiatan bentuk usaha tetap:
|
5. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang/badan, kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat 6, bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dan mempunyai dan biasa melakukannya di Negara Pihak pada Persetujuan suatu wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan, maka perusahaan tersebut akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara itu sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan orang/badan yang dijalankan untuk perusahaan tersebut kecuali kegiatan yang dilakukan orang/badan tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang diatur dalam ayat 4, jika kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap tidak akan menyebabkan tempat usaha tetap tersebut menjadi bentuk usaha tetap sesuai dengan ketentuan-ketentuan ayat tersebut. |
6. | Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui makelar, agen komisi umum, atau agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang/badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Namun demikian, bilamana kegiatan-kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan untuk perusahaan itu atau sekutu perusahaannya, maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang bertindak bebas dalam pengertian ayat ini. |
7. | Jika suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh suatu perseroan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau yang menjalankan usaha di Negara pihak lainnya itu (baik melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan cara lain), maka hal itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa salah satu dari perseroan itu merupakan bentuk usaha tetap dari yang lainnya. |
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1. | Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertanian atau kehutanan) yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
2. | Istilah “harta tak gerak” akan mempunyai arti sesuai dengan undang-undang Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya. Kapal laut, atau pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak. |
3. | Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 Pasal ini berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan harta tak gerak dalam bentuk lainnya. |
4. | Apabila pemilik saham atau mempunyai hak kepemilikan dalam suatu perusahaan lain di suatu perusahaan, atas kepemilikan saham atau hak kepemilikan dalam suatu perusahaan berhak untuk menikmati harta tak gerak milik perusahaan tersebut, penghalan dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau penggunaan dengan cara lain atas hak kenikmatan tersebut dapat dikenakan Pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat harta tak gerak terletak. |
5. | Ketentuan ayat 1 dan 3 Pasal ini berlaku juga terhadap penghasilan dari harta tak gerak suatu perusahaan dan penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan untuk pelaksaan kegiatan pekerjaan bebas. |
LABA USAHA
1. | Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud diatas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari:
|
2. | Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan ayat 3 Pasal ini, jika perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu. |
3. | Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, jika bentuk usaha tetap itu merupakan perusahaan bebas sepanjang dipergunakan untuk mencapai tujuan dari bentuk usaha tetap itu, yang dikeluarkan di Negara itu dimana bentuk usaha tetap itu berkedudukan ataupun di tempat lain. |
4. | Sepanjang telah menjadi kebiasaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk menetapkan laba yang diperkirakan diperoleh suatu bentuk usaha tetap berdasarkan suatu pembagian laba dari keseluruhan laba perusahaan terhadap berbagai bagiannya, ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak pada Persetujuan tersebut dalam menentukan laba yang dikenakan pajak atas suatu pembagian laba seperti itu yang mungkin merupakan cara perhitungan pembagian yang lazim dilakukan, bagaimanapun juga, akan menjadikan hasilnya sesuai dengan asas-asas yang terkandung dalam Pasal ini. |
5. | Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh suatu bentuk usaha tetap untuk perusahaan, tidak dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap. |
6. | Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan. |
7. | Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur secara tersendiri pada Pasal-pasal lainnya dalam Persetujuan ini, maka ketentuan Pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini. |
LALU LINTAS INTERNASIONAL
Laba yang diperoleh oleh perusahaan suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut dan pesawat udara di jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1. | Apabila
dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak. |
2. | Apabila suatu Negara pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan atas laba suatu perusahaan di Negara itu – dan dikenakan pajak – dan bagian laba yang dibetulkan itu adalah juga merupakan laba perusahaan yang telah dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan laba tersebut adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan di Negara yang disebut pertama sendainya berdasarkan syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas, Negara pihak lainnya pada Persetujuan akan melakukan penyesuaian-penyesuaian atas jumlah laba yang dikenakan pajak dari perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut. Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian itu, diharuskan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini dan apabila dianggap perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan saling berkonsultasi. |
DIVIDEN
1. | Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
2. | Namun demikian, dividen tersebut dapat dikenakan Pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat perusahaan yang membayarkan dividen merupakan penduduk dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila pihak penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu Pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 7 persen dari jumlah bruto dividen yang dibagikan. |
3. | Istilah “dividen” sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, saham-saham “jouissance” atau hak-hak “jouissance”, saham pendiri atau hak-hak lainnya, yang bukan merupakan surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan lainnya dari hak-hak perseroan yang oleh undang-undang Negara di mana peseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham. |
4. | Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, di mana perseroan, yang membayarkan dividen itu berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat usaha tetap yang berada di sana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14. |
5. | Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, Negara pihak lainnya tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada penduduk di Negara pihak lainnya itu atau apabila penguasaan saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang berada di Negara pihak lainnya tersebut, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari Negara pihak lainnya itu. |
6. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara Pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka laba bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya itu sesuai dengan undang-undangnya, namun pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 7 persen dari jumlah laba setelah dikurangi dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara pihak lainnya tersebut. |
BUNGA
1. | Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
2. | Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana bunga itu berasal, dan berdasarkan perundang-undangan di Negara itu, tetapi apabila penerima bunga adalah pemilik yang menikmati bunga tersebut, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga. |
3. | Istilah “bunga” yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut. Denda yang dikenakan terhadap keterlambatan pembayaran tidak akan dianggap sebagai bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini. |
4. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal suatu Negara pihak pada Persetujuan dan diperoleh Pemerintah Negara, Kementerian, Lembaga Pemerintah Lainnya, Pemerintah Kota, Bank Sentral dan bank-bank lainnya yang modalnya dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Negara pihak lainnya pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama. |
5. | Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat usaha tetap yang berada disana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14. |
6. | Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada. |
7. | Jika, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini. |
ROYALTI
1. | Royalti yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut. |
2. | Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana bunga itu berasal dan berdasarkan perundang-undangan di Negara itu, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik yang menikmati royalti, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 12 persen dari jumlah bruto royalty tersebut. |
3. | Istilah “royalti” yang digunakan dalam Pasal ini berarti pembayaran-pembayaran, dari segala jenis penerimaan sebagai pertimbangan dari penggunaan atau hak untuk menggunakan, setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-film sinematography dan pita rekaman untuk radio dan televise, paten, merk dagang, pola atau model, rencana, rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan, ataupun harta atau hak sejenis lainnya; atau keterangan yang berhubungan dengan pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan atau dari penggunaan atau hak untuk menggunakan peralatan di bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan. |
4. | Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pemilik yang menikmati royalty itu, merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana royalti berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat usaha tetap, dan hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14. |
5. | Royalti akan dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerah, atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila, orang/badan yang membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada. |
6. | Apabila, karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebutkan terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini. |
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1. | Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan harta tak gerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
2. | Keuntungan dari pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta gerak yang merupakan bagian dari suatu tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri atau beserta keseluruhan perusahaan) atau dari tempat tetap itu, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
3. | Keuntungan yang diperoleh perusahaan suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan kapal laut, atau pesawat udara yang beroperasi di jalur lalu lintas internasional atau harta gerak yang menjadi bagian dari operasi kapal laut atau pesawat udara hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut. |
4. | Keuntungan yang diperoleh seorang penduduk Negara Pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan saham atau hak-hak lainnya dalam perusahaan, atas modal baik secara langsung ataupun tidak langsung terutama terdiri dari harta tak gerak yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan Pajak di Negara lainnya tersebut. |
5. | Keuntungan dari pemindahtanganan harta selain yang disebutkan pada ayat 1,2, 3 dan 4 hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana pihak yang memindahtangankan harta itu berkedudukan. |
PEKERJAAN BEBAS
1. | Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat bebas hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali apabila ia mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya di Negara pihak lainnya pada Persetujuan untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Apabila ia mempunyai tempat tetap tersebut, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu tetapi hanya sepanjang penghasilan yang berasal dari tempat tetap tersebut. |
2. | Istilah “jasa-jasa profesional” terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang ilmiah, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran, demikian juga kegiatan-kegiatan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, pengacara, dokter gigi, arsitek dan akuntan. |
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1. | Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 16, 18, 19, dan 20, dari Perjanjian ini atas gaji, upah dan balas jasa lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan dalam hubungan kerja hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika pekerjaan tersebut dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal pekerjaan dilakukan secara demikian, maka balas jasa yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya itu. |
2. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama, apabila:
|
3. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, balas jasa yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional, oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut. |
BALAS JASA PARA DIREKTUR
Balas jasa para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direksi atau setiap organ lain yang serupa dari suatu perseroan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.
PARA ARTIS DAN OLAHRAGAWAN
1. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sebagai penghibur, seperti artis teater, film, radio atau televisi, atau pemain musik, atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
2. | Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh penghibur, atau olahragawan tersebut diterima bukan oleh penghibur atau olahragawan itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan penghibur atau olahragawan itu dilakukan. |
3. | Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat-ayat 1 dan 2, penghasilan yang diperoleh seorang penghibur atau olahragawan dari kegiatan-kegiatan yang diadakan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui persetujuan kebudayaan antara Pemerintah kedua Negara pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara lainnya tersebut. |
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA
1. | Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 19 ayat 2, pensiun atau balas jasa serupa lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari salah satu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di masa lampau, dapat dikenakan Pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Ketentuan ini juga berlaku terhadap setiap pembayaran berkala yang dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak pada Persetujuan. |
2. | Menyimpang dari ketentuan ayat 1, atas pension dan pembayaran lainnya di bawah perundang-undangan keamanan umum kemasyarakatan atau hukum pelayanan masyarakat Negara Pihak pada Persetujuan dapat dikenakan Pajak di Negara itu. |
3. | Istilah “pembayaran berkala” berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan secara berkala pada waktu tertentu semasa hidup atau selama jangka waktu tertentu atau masa waktu yang dapat ditentukan karena adanya kewajiban untuk melakukan pembayaran-pembayaran sebagai balas jasa yang memadai dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang. |
PEJABAT PEMERINTAH
1. |
|
||||||||
2. | Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15, 16 dan 18 akan berlaku terhadap balas jasa, dan terhadap pensiun, dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya. |
GURU DAN SISWA
1. | Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh siswa atau pemagang yang merupakan penduduk Negara pihak pada Persetujuan yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan semata-mata untuk mengikuti pendidikan atau latihan, yang diterima semata-mata untuk keperluan hidup, pendidikan atau latihan tidak dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut berasal dari sumber-sumber di luar Negara pihak pada Persetujuan tersebut. |
2. | Demikian juga, balas jasa yang diterima seorang guru besar atau guru, yang merupakan penduduk Negara pihak pada Persetujuan dan berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan mempunyai tujuan utama untuk mengajar atau melakukan penelitian ilmiah untuk suatu masa atau masa-masa tidak melebihi 2 tahun, atas balas jasa dari kegiatan-kegiatan pribadi dalam melakukan kegiatan mengajar atau melakukan penelitian, atas pembayaran-pembayaran yang timbul dari sumber di luar Negara lainnya itu, akan dibebaskan dari pengenaan Pajak di Negara lainnya itu. Pasal ini tidak berlaku atas penghasilan dari penelitian apabila penelitian terutama dilakukan untuk kegiatan yang menguntungkan pribadi seseorang atau badan. |
PENGHASILAN LAINNYA
1. | Bagian-bagian penghasilan penduduk satu Negara pihak pada Persetujuan, yang tidak secara jelas disebutkan dalam Pasal-pasal Perjanjian ini sebelumnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut, kecuali penghasilan itu berasal dari sumber-sumber di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Apabila bagian-bagian penghasilan yang diperoleh dari sumber di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka dikenakan Pajak di Negara lainnya itu. |
2. | Ketentuan ayat 1 tidak akan berlaku terhadap penghasilan, selain penghasilan dari harta tak gerak seperti dimaksud Pasal 6 ayat 2, jika penerima penghasilan, merupakan penduduk Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan suatu usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan di Negara lainnya itu kegiatan pekerjaan bebas dari tempat tetap yang berada di sana dan hak atau harta sehubungan dengan penghasilan yang dibayarkan secara efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap. Dalam hal demikian, bagian-bagian penghasilan akan dikenakan Pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan sesuai perundang-undangannya. |
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1. | Apabila seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh penghasilan, sesuai dengan ketentuan persetujuan ini, dapat dikenakan Pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Negara Persetujuan yang disebutkan pertama diperbolehkan sebagai pengurang Pajak penghasilan dari penduduk tersebut, jumlah pajak yang seimbang dengan Pajak penghasilan yang dibayarkan di Negara lainnya itu. Namun demikian, jumlah pengurangan itu tidak boleh melebihi jumlah bagian dari pajak penghasilan yang dihitung sebelum pengurangan tersebut diberikan, yang menimbulkan penghasilan yang dikenakan Pajak di Negara lainnya itu. |
2. | Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, atas penghasilan yang diperoleh penduduk Negara Pihak pada Persetujuan dibebaskan dari pengenaan Pajak di Negara itu, namun Negara itu, dalam penghitungan jumlah Pajak atas sisa penghasilan penduduk, menghitung jumlah penghasilan yang dibebaskan tersebut. |
NON-DISKRIMINASI
1. | Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban lain yang berkaitan yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam keadaan yang sama. Menyimpang dari ketentuan ayat 1, ketentuan ini berlaku terhadap seseorang yang bukan merupakan penduduk dari satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan. |
2. | Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara pihak lainnya itu. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan status sipil atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri. |
3. | Perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebutkan pertama. |
TATACARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. | Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan di mana ia berkedudukan, atau apabila masalah yang timbul menyangkut Pasal 23 ayat 1 kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan dimana ia berkedudukan. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu dua tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini. |
2. | Apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan dan apabila atas masalah itu tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, pejabat yang berwenang harus berusaha menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. |
3. | Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan melalui suatu persetujuan bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan. |
4. | Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui konsultasi, akan mengembangkan prosedur-prosedur, kondisi-kondisi, cara-cara dan teknis bilateral yang sesuai guna penerapan tatacara persetujuan bersama yang diatur dalam Pasal ini. |
PERTUKARAN INFORMASI
1. | Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang nasional Negara masing- masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya penggelapan atau penyelundupan pajak. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional Negara tersebut dan hanya dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat termasuk pengadilan dan badan-badan administratif yang berkepentingan dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan, atau dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat tersebut hanya boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut di atas. Namun demikian dapat juga mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan keputusan-keputusan pengadilan. |
2. | Bagaimanapun juga ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak pada Persetujuan kewajiban untuk:
|
PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN PEGAWAI KONSULER
Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1. | Persetujuan ini akan berlaku pada hari berikutnya setelah tanggal saat masing-masing Pemerintah saling memberitahu secara tertulis bahwa formalitas sebagaimana disyaratkan dalam konstitusi masing-masing Negara telah dipenuhi. |
2. | Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku setelah perubahan instrument ratifikasi dan ketentuan itu berlaku:
|
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
1. | Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan pada atau selambat-lambatnya enam bulan sebelum berakhirnya tahun takwim berikutnya setelah jangka waktu lima tahun sejak tanggal berlakunya Persetujuan. |
2. | Dalam hal demikian, Persetujuan ini tidak akan berlaku lagi:
|
Dengan kesaksian para penandatangan di bawah ini, yang telah memperoleh kuasa yang sah, oleh Pemerintahnya, telah menandatangani Persetujuan ini.
DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal tigapuluh bulan April tahun dua ribu empat dalam bahasa Inggris, Indonesia, dan Persia Kedua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran, naskah bahasa Inggris yang akan berlaku.
Untuk Pemerintah Republik Indonesia |
Untuk Pemerintah Republik Islam Iran |