Tanggal Disahkan :
Tanggal Efektif :
PERSETUJUAN ANTARA
REPUBLIK INDONESIA
DAN
REPUBLIK PORTUGAL

UNTUK
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

 

Republik Indonesia dan Republik Portugal, berhasrat untuk membuat suatu Persetujuan untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak atas penghasilan, telah menyetujui sebagai berikut :

Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN

 

Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan.

Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN

 

  1. Persetujuan ini diterapkan terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, tanpa melihat bagaimana cara pajak-pajak tersebut dikenakan.
  2. Yang dianggap sebagai pajak atas penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas total penghasilan atau atas unsur-unsur penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan dari pengalihan harta bergerak atau tidak bergerak serta pajak atas upah atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan.
  3. Persetujuan ini, khususnya, diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu :
    a) dalam hal Portugal:
    (i) Pajak penghasilan perorangan (Imposto sobre o Renclimento das Pessoas Singulares -IRS);
    (ii) Pajak penghsilan badan (Imposto sobre o Rendimento das Pessoas Colectivas -I RC);
    (iii) Pajak tambahan atas pajak penghasilan badan (Derrama)
    (selanjutnya disebut “pajak Portugal”);
    b) dalam hal Indonesia:
    pajak penghasilan;
    (selanjutnya disebut “pajak Indonesia”).
  4. Persetujuan ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang diberlakukan setelah penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang sekarang ini berlaku. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan setiap perubahan substansial yang terjadi dalam undang-undang perpajakan negara mereka.

 

Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM

 

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain:
    a) Istilah “Portugal” berarti Republik Portugal yang berada di wilayah Eropa, kepulauan Azores dan Madeira, wilayah lautan dan wilayah lainnya, yang menurut perundang-undangan Portugal dan hukum internasional, Portugal memiliki hak kedaulatannya sehubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dasar laut dan lapisan tanah serta perairan diatasnya;
    b) Istilah “Indonesia” meliputi wilayah Republik Indonesia seperti dirumuskan di dalam perundang-undangannya termasuk bagian-bagian dari landas kontinen dan wilayah laut yang berdampingan, di mana Republik Indonesia mempunyai kedaulatan, hak-hak berdaulat atau yuridikasi sesuai dengan hukum internasional.
    c) Istilah “Negara Pihak pada Persetujuan” dan “Negara Pihak lainnya pada Persetujuan” berarti Portugal atau Indonesia tergantung dari hubungan kalimatnya;
    d) Istilah “orang/badan” meliputi orang pribadi, perusahaan, dan setiap kumpulan dari orang-orang dan/atau badan-badan;
    e) Istilah “perusahaan” berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk kepentingan perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum;
    f) Istilah “perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan” berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan “perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan” berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;
    g) Istilah “lalu lintas internasional” berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di antara tempat-tempat di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;
    h) Istilah “pejabat yang berwenang” berarti:
    (i) dalam hal Portugal: Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak.
    (Director-Gerall dos Impostos) atau wakilnya yang sah;
    (ii) dalam hal Indonesia: Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;
    i) Istilah “warganegara” berarti:
    (i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan pada suatu Negara Pihak pada Persetujuan;
    (ii) setiap badan hukum, persekutuan, dan perkumpulan yang mendapatkan status kewarganegaraannya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara Pihak pada Persetujuan.
  2. Untuk kepentingan penerapan Persetujuan pada suatu saat oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak didefiniskan dalam Persetujuan ini kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti pada saat itu yang sesuai dengan perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan yang berkenaan dengan pajak-pajak di mana Persetujuan ini berlaku, setiap arti menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Negara Pihak pada Persetujuan tersebut mengalahkan arti dari istilah tersebut menurut perundang-undangan lain di Negara Pihak pada Persetujuan.

 

Pasal 4
PENDUDUK

 

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan” berarti setiap orang/badan yang, menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara tersebut berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya, atau atas dasar lainnya yang sifatnya serupa, dan termasuk juga Negara tersebut dan bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya, Namun, istilah ini tidak mencakup orang/badan yang dapat dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
  2. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 orang pribadi menjadi penduduk pada kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:
    a) la akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap; jika ia mempunyai tempat tinggal tetap dikedua Negara Pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi pusat perhatiannya);
    b) jika Negara Pihak pada Persetujuan yang menjadi pusat kepentingannya tidak dapat ditentukan atau jika ia tidak mempunyaj tempat tinggal tetap, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia mempunyai tempat yang biasa ia, gunakan untuk berdiam;
    c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara Pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi warganegaranya;
    d) jika ia mempunyai kewarganegaraan di kedua Negara Pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan berusaha memecahkan masalah ini melalui persetujuan bersama.
  3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1 suatu badan menjadi penduduk pada kedua Negara Pihak pada Persetujuan, maka badan tersebut akan dianggap sebagai penduduk di Negara di mana tempat kedudukan manajemennya berada.

 

Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP

 

  1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah “bentuk usaha tetap” berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.
  2. Istilah “bentuk usaha tetap” terutama meliputi:
    a) suatu tempat kedudukan manajemen;
    b) suatu cabang;
    c) suatu kantor;
    d) suatu pabrik;
    e) suatu bengkel;
    f) suatu gudang atau tempat yang digunakan untuk outlet penjuaIan;
    g) suatu pertanian atau perkebunan;
    h) suatu tambang, sumur minyak atau gas bumi, tempat penggalian atau tempat pengambilan sumber daya alam lainnya;
    i) anjungan pengeboran, atau kapal kerja yang digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya alam.
  3. Istilah “bentuk usaha tetap” juga meliputi:
    a) suatu bangunan, konstruksi, proyek perakitan atau proyek instalasi atau kegiatan penyeliaan yang berhubungan dengannya, tetapi hanya apabila bangunan, proyek, atau kegiatan tersebut berlangsung untuk masa lebih dari 6 (enam) bulan;
    b) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui pegawai atau orang lain yang dipekerjakan untuk tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan (dalam proyek yang sama atau yang berhubungan) untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam periode 12 (dua belas) bulan.
  4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah “bentuk usaha tetap” dianggap tidak mencakup:
    a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
    b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan, dipamerkan atau dikirim;
    c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
    d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi, bagi keperluan perusahaan;
    e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan perusahaan;
    f) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat a) sampai dengan sub ayat e), sepanjang kegiatan-kegiatan tempat usaha tetap yang merupakan hasil penggabungan tadi bersifat sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang.
  5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang/ badan – kecuali agen yang berkedudukan bebas di mana ayat 6 dapat diberlakukan – bertindak di suatu Negara Pihak pada Persetujuan mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan tersebut, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang/badan tersebut kecuali kegiatan-kegiatan tersebut hanya terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat 4 yang, jika dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat tersebut.
  6. Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya tersebut melalui makelar, agen komisioner umum, atau agen lainnya yang berkedudukan bebas, sepanjang orang/badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim.
  7. Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau yang menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya tersebut (baik melalui bentuk usaha tetap maupun dengan cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan tersebut merupakan bentuk usaha tetap dan perusahaan lainnya.

 

Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK

 

  1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari harta tidak bergerak (termasuk penghasilan dari pertanian dan kehutanan) yang berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
  2. Istilah “harta tidak bergerak” mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara Pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut mencakup benda-benda yang menyertai harta tidak bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-hak di mana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum yang berkenaan dengan pertanahan berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai penggantian atas pengerjaan, atau hak untuk rnengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber daya alam lainnya. Kapal laut, perahu, dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tidak bergerak.
  3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain penggunaan harta tidak bergerak.
  4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 3 berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.
  5. Ketentuan-ketentuan di atas berlaku pula terhadap penghasilan dari harta gerak, atau penghasilan yang timbul dari jasa sehubungan dengan penggunaan atau hak untuk menggunakan harta tak gerak, menurut perundang-undangan perpajakan Negara Pihak pada Persetujuan di mana harta tersebut berada, yang terkait dengan penghasilan dari harta tak gerak.

 

Pasal 7
LABA USAHA

 

  1. Laba perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.
  2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri dan terpisah yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.
  3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha bentuk usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian terhadap biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau, kecuali pada perusahaan perbankan, dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Demikian pula, tidak perlu diperhitungkan dalam penentuan laba suatu bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain penggantian terhadap biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau, kecuali pada perusahaan perbankan, dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya.
  4. Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara Pihak pada Persetujuan untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dari suatu bentuk usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba dari total laba perusahaan dengan berbagai komponennya, ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 tidak akan menghalangi Negara Pihak pada Persetujuan tersebut untuk menentukan besarnya laba akan yang dikenakan pajak berdasarkan pembagian yang merupakan kelaziman tersebut. Namun cara pembagian tersebut harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Pasal ini.
  5. Suatu bentuk usaha tetap tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena bentuk usaha tetap tersebut melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan untuk perusahaan induknya.
  6. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dari tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.
  7. Apabila laba usaha mencakup bagian-bagian penghasilan yang diatur terpisah di Pasal-Pasal lain dari Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal-Pasal tersebut tidak akan mempengaruhi ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.

 

Pasal 8
PELAYARAN DAN PENERBANGAN

 

  1. Laba perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan yang berasal dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
  2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap laba yang berasal dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha bersama, atau perwakilan untuk kegiatan internasional.
  3. Apabila perusahaan dari Negara lain melakukan usaha pengangkutan udara bersama-sama dalam bentuk konsorsium, ketentuan pada ayat 1 akan diterapkan terhadap bagian keuntungan konsorsium tersebut yang berasal dari partisipasi pada konsorsium tersebut oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara Pihak pada Persetujuan.

 

Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA

 

  1. Apabila:
    a) suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau
    b) terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan,
    dan dalam tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan di antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangan mereka yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang, karena kondisi-kondisi tadi, tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.
  2. Apabila suatu Negara Pihak pada Persetujuan, berdasarkan ketentuan ayat 1, mencantumkan laba suatu perusahaan dari Negara tersebut dan mengenakan pajaknya padahal atas laba tersebut, perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan telah dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan Negara yang disebutkan pertama seandainya kondisi-kondisi yang dibuat oleh kedua perusahaan tersebut sama dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara Pihak lainnya tersebut akan membuat penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut. Dalam melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Persetujuan ini tetap harus diperhatikan.
Pasal 10
DIVIDEN

 

  1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tarsebut.
  2. Namun demikian dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut akan tetapi apabila pemilik sesungguhnya dari dividen tersebut adalah penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi 10 persen dari jumlah bruto dividen.
    Pihak berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui Persetujuan bersama.
    Ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba perusahaan dari mana dividen berasal.
  3. Istilah “dividen” sebagaimana digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari saham, saham “jouissance” atau hak jouissance, saham pertambangan, saham pendiri atau hak-hak lainnya, tetapi yang bukan merupakan surat-surat tagihan piutang, yang berhak atas pembagian laba serta penghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang pengenaan pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham oleh perundang-undangan Negara di mana perusahaan menjadi penduduknya. Istilah ini termasuk pula keuntungan yang berasal dari kesepakatan atas pembagian laba.
  4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku jika penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen tersebut yang merupakan penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan di mana perusahaan pembayar dividen menjadi penduduk melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di suatu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan kepemilikan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tadi.Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.
  5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara Pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, maka keuntungan bentuk usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu berdasarkan undang-undangnya, namun pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah keuntungan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara lain tersebut.
  6. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 5 Pasal ini tidak akan mempengaruhi ketentuan yang terdapat dalam setiap kontrak bagi hasil dan kontrak-kontrak karya (atau kontrak lainnya yang serupa) mengenai sektor minyak dan gas bumi atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia, badan-badan pemerintahnya, perusahaan minyak dan gas milik negara, atau badan-badan lainnya yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan.
  7. Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, Negara Pihak lainnya tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas dividen yang dibayar oleh perusahaan tersebut, kecuali sepanjang dividen tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya tersebut atau sepanjang kepemilikan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang berada di Negara Pihak lainnya tersebut, dan juga Negara Pihak lainnya tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan meskipun dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan terdiri dari laba atau penghasilan yang seluruhnya atau sebagiannya timbul di Negara Pihak lainnya tersebut.

 

Pasal 11
BUNGA

 

  1. Bunga yang berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.
  2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima (pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu), adalah penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga.
    Pihak berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.
  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara Pihak lainnya pada Persetujuan termasuk pemerintah daerahnya, bagian ketatanegaraannya, Bank Sentral, atau lembaga keuangan yang dikuasai oleh Pemerintah tersebut, yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah tersebut, sebagaimana yang dapat disetujui dari waktu ke waktu oleh pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang disebutkan pertama.
  4. Istilah “bunga” yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut. Sanksi denda karena pembayaran terlambat tidak akan dianggap sebagai bunga untuk tujuan Pasal ini.
  5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan di mana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada di sana, dari tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14.
  6. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara Pihak pada Persetujuan di mana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
  7. Jika karena alasan adanya hubungan khusus antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan khusus itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

 

Pasal 12
ROYALTI

 

  1. Royalti yang berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.
  2. Namun demikian royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana royalti itu berasal sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila penerima royalti itu adalah pemilik hak yang menikmati royalti itu, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi 10 persen dari jumlah bruto royalty tersebut.
    Pihak berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.
  3. Istilah “royalti” yang dimaksud dalam Pasal ini berarti pembayaran-pembayaran dalam bentuk apapun yang diterima karena penggunaan, atau hak untuk menggunakan, atau penjualan setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-film bioskop, atau film-film atau pita atau video rekaman yang digunakan untuk siaran radio atau televisi, setiap hak paten, merk dagang, desain atau model, rencana, rumus rahasia atau cara pengolahan atau karena penggunaan atau hak untuk menggunakan peralatan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.
  4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pihak yang memiliki hak menikmati, yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan di mana royalti berasal, melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan suatu pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat tetap dan hak atau benda yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap, atau tempat tetap. Dalam hal demikian ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.
  5. Royalti dapat dianggap berasal dari Negara Pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerah, atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat tetap di suatu Negara Pihak pada Persetujuan di mana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara di mana bentuk usaha tetap atau tempat tetap itu berada.
  6. Jika karena alasan adanya hubungan khusus antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya telah disepakati oleh pembayar dan pemilik hak dalam hal tidak ada hubungan khusus, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

 

Pasal 13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN BENDA

 

  1. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan benda tak bergerak, sebagimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
  2. Keuntungan dan pemindahtanganan benda bergerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan atau dari benda bergerak yang merupakan bagian dari suatu tempat tetap yang tersedia bagi penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri atau keseluruhan perusahaan) atau tempat tetap, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
  3. Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi di jalur lalulintas internasional atau benda bergerak yang menjadi bagian dari operasi kapal laut atau pesawat udara hanya dapat dikenakan pajak di Negara tersebut.
  4. Keuntungan dari pemindahtanganan benda lainnya, kecuali yang disebut pada ayat-ayat 1, 2, dan 3, hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana orang/badan yang memindahkan benda itu berkedudukan.

 

Pasal 14
PEKERJAAN BEBAS

 

  1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali dalam keadaan sebagai berikut, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lain pada Persetujuan:
    a) apabila la mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dalam hal ini hanya sebesar penghasilan yang berasal dari tempat tetap itu dapat dikenakan Pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut; atau
    b) ia berada di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan selama suatu masa atau masa-masa yang melebihi 183 hari dalam masa dua belas bulan; dalam hal ini hanya sebesar penghasilan yang timbul dari kegiatan yang diberikan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan itu dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan.
  2. Istilah “jasa-jasa professional” terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi, arsitek dan akuntan.

 

Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

 

  1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-Pasal 16, 18, 19, dan 20, gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan yang diterima dan pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya itu.
  2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau diperoleh penduduk dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila:
    a) penerima imbalan berada di Negara Pihak lainnya itu dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam masa 12 bulan yang dimulai dan berakhir dalam tahun takwim yang bersangkutan; dan
    b) imbalan itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk Negara Pihak lainnya tersebut; dan
    c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara Pihak lain tersebut.
  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan dari satu Negara Pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

 

Pasal 16
IMBALAN UNTUK DIREKTUR

 

  1. Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk Negara Pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direksi suatu perusahaan atau badan pengawas atau bagian perusahaan lainnya yang serupa yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
  2. Imbalan yang diperoleh para direktur sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dari perusahaan sehubungan dengan pekerjaan yang bersifat manajerial atau teknis sehari-hari dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15.

 

Pasal 17
ARTIS DAN OLAHRAGAWAN

 

  1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal-Pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk dari Negara Pihak pada Persetujuan sebagai artis seperti artis teater, film, radio atau televisi atau pemain musik atau sebagai olahragawan, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut.
  2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh artis atau atlit tersebut diterima bukan oleh artis atau atlit itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 14 dan 15, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan artis atau atlit itu dilakukan.
  3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2, penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang dilakukan berdasarkan suatu pengaturan atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan dibebaskan dari pajak di Negara Pihak pada Persetujuan di mana kegiatan tersebut dilakukan.

 

Pasal 18
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA

 

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 19 ayat 2, pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang dibayarkan kepada penduduk salah satu Negara Pihak pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa dalam hubungan kerja di Negara Pihak lainnya di masa lalu hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

Pasal 19
PEGAWAI PEMERINTAH

 

1. a) imbalan, selain pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan, atau bagian ketatanegaraannya, atau pemerintah daerahnya, kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika jasa-jasa tersebut diberikan di Negara Pihak lainnya tersebut dan orang pribadi tersebut adalah penduduk Negara Pihak lainnya tersebut yang:
(i) mempunyai kewarganegaraan di Negara Pihak lainnya tersebut; atau
(ii) tidak menjadi penduduk Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata dengan tujuan untuk melakukan jasa-jasa tadi.
2. a) Pensiun yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk oleh, suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
b) Namun demikian, pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan jika orang pribadi tersebut adalah penduduk dan warganegara dari Negara Pihak lainnya tersebut.
3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15, 16, 17 dan 18 akan berlaku terhadap imbalan dan pensiun yang berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.

 

Pasal 20
GURU DAN PENELITI

 

  1. Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke suatu Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, semata-mata bertujuan untuk mengajar, atau mengadakan riset ilmiah pada universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan atau riset serupa lainnya yang merupakan lembaga yang tidak mencari keuntungan menurut pemerintah Negara lainnya tersebut, atau berdasarkan program pertukaran kebudayaan resmi, dibebaskan dari pengenaan pajak selama 2 tahun sejak kedatangan pertama kali di Negara lainnya tersebut atas imbalan yang diterima dari mengajar dan riset.
  2. Ketentuan sebelumnya pada Pasal ini berlaku juga untuk orang pribadi yang melakukan riset dalam rangka bea siswa yang diberikan oleh pemerintah, lembaga keagamaan, sosial, ilmiah, organisasi pendidikan atau kepustakaan, apabila bea siswa tersebut dibebaskan dari pengenaan pajak.

 

Pasal 21
SISWA

 

Pembayaran-pembayaran yang diterima oleh siswa atau pemagang yang merupakan penduduk atau segera sebelum mengunjungi suatu Negara Pihak pada Persetujuan merupakan penduduk suatu Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dan berada di Negara yang disebutkan pertama semata-mata untuk mengikuti pendidikan atau latihan, yang diterima semata-mata untuk keperluan hidup, pendidikan atau latihan tidak dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama, sepanjang pembayaran-pembayaran tersebut berasal dari sumber di luar Negara tersebut.

Pasal 22
PENGHASILAN LAINNYA

 

  1. Jenis-jenis penghasilan penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan, dari mana pun asalnya, yang tidak diatur dalam Pasal-Pasal sebelumnya dari Persetujuan ini, selain penghasilan dari lotere dan hadiah hanya dikenakan pajak di Negara tersebut.
  2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dari Pasal ini tidak berlaku terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 ayat 2 dari Persetujuan ini, jika penerima penghasilan tersebut, yang merupakan penduduk Negara Pihak pada Persetujuan, menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, atau melakukan pekerjaan bebas di Negara Pihak lainnya tersebut melalui tempat usaha tetap yang berada di sana, dan hak atau harta yang menghasilkan penghasilan tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku.

 

Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

 

  1. Dalam hal Portugal, pengenaan pajak berganda akan dihindarkan dengan cara-cara berikut:
    a) Apabila penduduk Portugal memperoleh penghasilan, yang menurut ketentuan dalam Persetujuan ini dapat dikenakan pajak di Indonesia, maka Portugal akan memberikan pengurangan dari pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penduduk tersebut sejumlah pajak penghasilan yang dibayarkan di Indonesia. Namun demikian, jumlah pengurangan tersebut tidak boleh melebihi bagian pajak penghasilan, yang dihitung sebelum pengurangan tersebut diberikan, atas penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia;
    b) Apabila menurut ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini penghasilan yang diperoleh penduduk Portugal merupakan penghasilan yang dibebaskan dari pengenaan pajak di Portugal, Portugal tetap dapat memperhitungkan penghasilan bebas pajak tersebut dalam menghitung jumlah pajak atas penghasilan lainnya dari penduduk tersebut.
  2. Dalam hal Indonesia, apabila penduduk Indonesia memperoleh penghasilan dari Portugal, maka berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini pajak penghasilan yang terutang di Portugal tersebut dapat dikreditkan terhadap pajak Indonesia yang dikenakan kepada penduduk tersebut. Namun demikian, jumlah kredit pajak tersebut tidak boleh melebihi jumlah pajak penghasilan yang terutang di Indonesia yang dihitung sesuai dengan undang-undang dan peraturan perpajakannya.

 

Pasal 24
NON-DISKRIMINASI

 

  1. Warganegara dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban pihak, yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dalam keadaan yang sama. Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 1, ketentuan ini akan diterapkan juga terhadap orang-orang yang bukan merupakan penduduk dari satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan.
  2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tidak boleh dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara Pihak lainnya itu. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara Pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan pribadi, keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan status sipil atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.
  3. Kecuali ketentuan-ketentuan Pasal 9 ayat 1, Pasal 11 ayat 7 atau Pasal 12 ayat 6 berlaku, bunga, royalti dan pengeluaran-pengeluaran yang dibayarkan oleh perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dalam menentukan laba yang dikenakan pajak atas suatu perusahaan akan dapat dikurangkan dalam kondisi yang sama apabila hal itu dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut pertama.
  4. Perusahaan di suatu Negara Pihak pada Persetujuan, yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak langsung oleh satu atau lebih penduduk dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.
  5. Yang dimaksud dengan istilah “perpajakan” dalam Pasal ini adalah pajak-pajak sebagaimana dimaksud dalam Persetujuan ini.

 

Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

 

  1. Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara, maka ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia berkedudukan, atau apabila masalah yang timbul menyangkut Pasal 24 ayat 1 kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi penduduk. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu dua tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.
  2. Pejabat-pejabat yang berwenang harus berusaha apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan dan tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, untuk menyelesaikan masalah itu melalui Persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini.
  3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan melalui suatu persetujuan bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.
  4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain atau melalui join komisi yang terdiri dari mereka atau perwakilannya untuk mencapai Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya.

 

Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI

 

  1. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan dapat melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan undang-undang nasional Negara Pihak pada Persetujuan mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang nasional Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya penggelapan atau penyelundupan pajak. Setiap informasi yang diterima oleh Negara Pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional Negara tersebut. Meskipun demikian, jika informasi tersebut dianggap rahasia di negara asalnya, maka informasi tersebut hanya dapat diungkapkan kepada seseorang atau badan atau pejabat-pejabat (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan, atau penentuan keputusan mengenai banding berkaitan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat tersebut hanya boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut di atas, namun demikian dapat juga mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan keputusan-keputusan pengadilan.
  2. Bagaimanapun juga ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada Negara Pihak pada Persetujuan kewajiban untuk:
    a) melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang-undangan atau praktek administrasi yang berlaku di Negara itu atau di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;
    b) memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;
    c) memberikan informasi, yang mengungkapkan rahasia apapun di bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan Negara.

 

Pasal 27
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

 

Tidak ada sesuatu pun dalam Persetujuan ini yang akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari para pejabat diplomatik atau pejabat konsuler sebagaimana diatur dalam peraturan umum dari hukum internasional maupun dalam ketentuan-ketentuan dalam persetujuan-persetujuan khusus.

Pasal 28
BERLAKUNYA PERSETUJUAN

 

  1. Persetujuan ini akan mulai berlaku pada tanggal terakhir saat masing-masing Pemerintah memberitahu secara tertulis bahwa formalitas yang disyaratkan secara konstitusional pada masing-masing Negara telah dipenuhi.
  2. Ketentuan-ketentuan dari Persetujuan ini akan berlaku:
    a) di Portugal:
    (i) terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, di mana keadaan yang menimbulkan pajak tersebut terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini;
    (ii) terhadap pajak-pajak lainnya, di mana penghasilan terkait timbul pada tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini.
    b) di Indonesia:
    (i) terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, untuk penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah berlakunya Persetujuan ini; dan
    (ii) terhadap pajak-pajak penghasilan lainnya, untuk tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah tahun berlakunya Persetujuan ini.

 

Pasal 29
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

 

Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan pada atau sebelum tanggal 30 Juni suatu tahun takwim setelah jangka waktu lima tahun sejak berlakunya Persetujuan.
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi;

a) di Portugal:
(i) terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, di mana keadaan yang menimbulkan pajak tersebut terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan;
(ii) terhadap pajak-pajak lainnya, di mana penghasilan terkait timbul pada tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan.
b) di Indonesia:
(i) terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya, untuk penghasilan yang diperoleh pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun takwim berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan;
(ii) terhadap pajak-pajak penghasilan lainnya, untuk tahun-tahun pajak yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesudah pemberitahuan penghentian diberikan.

 

SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, telah diberi kuasa oleh Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Persetujuan ini.

DIBUAT dalam rangkap dua di Lisabon pada tanggal 9 Juli 2003 dalam bahasa Indonesia, Portugis dan Inggris, semua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini, naskah dalam bahasa Inggris akan berlaku.

UNTUK REPUBLIK INDONESIA

ttd.

N. HASSAN WIRAJUDA
Menteri Luar Negeri

UNTUK REPUBLIK PORTUGAL

ttd.

ANTONIO MARTINS DA CRUZ
Menteri Luar Negeri

 

PROTOKOL

 

Pada saat penandatanganan Persetujuan untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berkenaan Dengan Pajak atas Penghasilan antara Republik Portugal dan Republik Indonesia, para penandatangan telah sepakat bahwa ketentuan-ketentuan yang berikut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini:

Ad. Pasal 5 ayat 2 (i)

Untuk kepentingan Pasal 5 ayat 2 i), kegiatan-kegiatan yang dimaksud harus dilakukan di Negara Pihak Lainnya pada Persetujuan untuk jangka waktu yang jumlahnya melebihi 30 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan akan dianggap tidak mencakup:

(a) satu atau gabungan kegiatan-kegiatan yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat 4.
(b) jasa derek atau jangkar oleh kapal laut yang didesain terutama untuk tujuan tersebut dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh kapal laut tersebut.
(c) pengangkutan barang atau penumpang dengan kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional.

 

Ad. Pasal 5 ayat 4

Difahami bahwa ketentuan-ketentuan dalam Pasal 5 ayat 4 a dan b tidak merujuk pada pengangkutan yang menyertai kegiatan penjualan.

Ad. Pasal 22

Istilah “hadiah” berarti setiap bentuk imbalan yang diterima dalam rangka kompetisi selain yang dimaksud dalam Pasal 17.

SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, telah diberi kuasa oleh Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Protokol ini.

DIBUAT dalam rangkap dua di Lisabon pada tanggal 9 Juli 2003, dalam bahasa Indonesia, Portugis dan Inggris, semua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini, naskah dalam bahasa Inggris akan berlaku.

UNTUK REPUBLIK INDONESIA

ttd.

N. HASSAN WIRAJUDA
Menteri Luar Negeri

UNTUK REPUBLIK PORTUGAL

ttd.

ANTONIO MARTINS DA CRUZ
Menteri Luar Negeri