Penghasilan Sewa Orang Asing, Kena Pajak Berapa Persen Ya?

Share:

SERING ditemui bahwa orang asing baik yang bertempat tinggal di Indonesia ataupun tidak bertempat tinggal di Indonesia memiliki properti di Indonesia dan memperoleh penghasilan dari Indonesia melalui properti tersebut. Properti disini bisa berupa tanah ataupun bangunan baik yang dimiliki ataupun yang disewa untuk berbagai keperluan dan maksud. Dalam hal properti tersebut dimiliki/ dikuasai melalui suatu badan usaha misalnya PMA (penanaman modal asing) maka tentunya tidak ada masalah karena pemenuhan kewajiban perpajakan bisa dilakukan melalui badan usaha tersebut.

Namun apa yang terjadi apabila kepemilikan oleh orang asing tersebut dilakukan secara langsung? Misalnya orang asing yang membeli/ menyewa apartemen untuk keperluan sendiri dan yang kemudian disewakan kembali? Atau bisa juga orang asing yang memiliki properti dalam bentuk tanah/ bangunan dan kemudian menjalankan usaha diatas tanah/ bangunan dimaksud? Atau orang asing yang menyewa tanah untuk didirikan bangunan dan dijual kembali dikemudian hari dengan tujuan memperoleh keuntungan?

Bagaimana perlakuan pajak yang benar atas transaksi diatas, berapa tarif pajak yang tepat yang harus diterapkan? Dan dasar hukum apa yang digunakan? Hal-hal apa saja yang bisa menjadi pembeda dalam penentuan tarif dan dasar hukumnya? Mari kita bahas bersama.

  1. Status Subjek Pajak

Dalam hal ini adalah status subjek pajak orang asing yang memiliki properti di Indonesia. Apakah merupakan subjek pajak dalam negeri atau subjek pajak luar negeri? Apabila kita mengacu pada UU PPh Pasal 2 dan PER 43 tahun 2011, salah satu prasyarat orang asing menjadi subjek pajak dalam negeri adalah apabila orang asing tersebut berada di Indonesia dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Jadi dengan memiliki niat saja seseorang sudah bisa diklasifikasikan sebagai subjek pajak dalam negeri.

Kepemilikan atas apartemen bisa menjadi salah satu bukti atau indikasi bahwa seseorang memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apabila status subjek pajak ditentukan atas dasar niat maka status subjek pajak orang asing yang memiliki apartemen adalah subjek pajak dalam negeri dan tarif yang gunakan dalam menghitung penghasilan adalah tarif nasional Pasal 4 ayat 2 sebesar 10%.

Beda halnya apabila orang asing tersebut misal secara nyata tidak berada di Indonesia dan memiliki apartemen dimaksud semata-mata untuk disewakan untuk memperoleh penghasilan. Atau orang asing tersebut sebelumnya adalah subjek pajak dalam negeri namun dikemudian hari meninggalkan Indonesia dan menjadi subjek pajak luar negeri. Dalam hal status subjek pajaknya adalah subjek pajak luar negeri maka tarif yang di gunakan dalam menghitung penghasilan sewanya adalah 20% berdasarkan UU Pajak Penghasilan Pasal 26.

2.  Jenis Penghasilan

Penghasilan sewa pada dasarnya merupakan penghasilan pasif kecuali merupakan aktivitas utama yang dijalankan oleh seseorang/ suatu badan usaha untuk memperoleh penghasilan. Orang asing yang memiliki apartemen diatas adalah contoh penghasilan pasif. Tarif pajak atas penghasilan pasif tersebut bisa ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan status subjek pajaknya seperti pada uraian diatas.

Namun apabila penguasaan atas tanah/ bangunan oleh orang asing dimaksudkan untuk digunakan dalam menjalankan suatu usaha di Indonesia dan memperoleh penghasilan maka penghasilan yang disebut terakhir ini bisa dikategorikan sebagai penghasilan aktif. Contoh, orang asing yang menjalankan usaha akomodasi diatas tanah/ bangunan yang dikuasai baik secara langsung melalui pengelolaan sendiri ataupun tidak langsung melalui pengelolaan pihak ketiga, maka penghasilan yang diperoleh bisa dikategorikan sebagai penghasilan aktif.

Dalam hal penghasilan diperoleh dengan cara demikian, orang asing tersebut dengan statusnya sebagai subjek pajak luar negeri menurut pasal  2 UU PPh dan PER 43 tahun 2011 dikatakan memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dan pemenuhan kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diperoleh harus dilakukan melalui BUT tersebut. Pemenuhan kewajiban perpajakan BUT dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan badan usaha dalam negeri di Indonesia.

Contoh kasus orang asing yang menyewa tanah untuk didirikan bangunan yang kemudian dijual/ disewakan kembali untuk memperoleh keuntungan merupakan contoh lain dari penghasilan aktif yang diperoleh melalui Bentuk Usaha Tetap. Oleh karenanya pemenuhan kewajiban perpajakan atas penghasilan dan keuntungan yang diperoleh harus dilakukan melalui BUT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Jika status orang asing yang memperoleh penghasilan aktif seperti contoh di atas adalah subjek pajak dalam negeri, maka pemenuhan kewajiban perpajakannya dilakukan sesuai dengan aturan pajak nasional yang berlaku. Sesuai contoh, atas aktivitas akomodasi bisa dikenakan tarif PP23 final apabila peredaran bruto dibawah 4,8M per tahun. Dan atas aktivitas jual beli/ sewa properti yang dijalankan bisa dikenakan tarif pajak final atas sewa sebesar 10%.

3.  Dasar Hukum

Dasar hukum penghasilan sewa adalah UU PPh Pasal 4 ayat 2, diatur juga di PP 34 tahun 2017 dengan tarif 10% final. Baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah secara jelas menyiratkan penghasilan sewa atas tanah/ bangunan merupakan penghasilan final dengan tarif 10%. Tarif ini tentunya berlaku untuk penghasilan sewa yang diterima oleh subjek pajak dalam negeri, dalam hal penghasilan sewa diterima oleh subjek pajak luar negeri maka tarif yang digunakan adalah 20% sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 26 ayat 1 huruf c.

Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:

  1. dividen;
  2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
  3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
  5. hadiah dan penghargaan;
  6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
  7. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
  8. keuntungan karena pembebasan utang.

Perlu kejelian dan ketelitian dalam melihat dan menilai setiap kasus sehingga penentuan tarif pajak dan pemenuhan kewajiban atas penghasilan yang diperoleh orang asing dapat dilakukan secara tepat dan benar. Mudah-mudahan tulisan ini bisa sedikit memberikan gambaran dan solusi atas kasus-kasus serupa yang dijumpai dalam praktik nyata.

Disclaimer:  Tulisan ini hanyalah pendapat pribadi penulis dan penulis dibebaskan dari segala tuntutan apabila terdapat kesalahan informasi.