PPN Atas Penjualan Aset Tetap

Aset tetap (fixed assets) seperti mesin atau kendaraan pada awalnya dibeli perusahaan untuk digunakan menjalankan usahanya. Bukan untuk dijual. Namun sejalan waktu ada kemungkinan aset tetap tersebut terpaksa dijual karena satu dan lain hal. Pada saat menjual aset tetap tersebut, bila perusahaan adalah PKP (Pengusaha Kena Pajak) maka muncul pertanyaan “apakah penjualan tersebut terutang PPN?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009. Menurut pasal 16D disebutkan bahwa:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Dari pasal 16D dapat kita simpulkan bahwa penjualan atas aset tetap tersebut terutang PPN, kecuali
- untuk aset yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha (Pasal 9 ayat 8 huruf b)
- untuk aset kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan (Pasal 9 ayat 8 huruf c)
Ketentuan diatas secara implisit dapat pula diartikan bahwa ketika akuisisi aset tetap tersebut, tidaklah menjadi perhatian apakah perusahaan adalah PKP atau bukan PKP, sepanjang aset tetap tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan/atau berwujud kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon (kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan), maka PPN Masukan-nya tidak dapat dikreditkan. Lalu apakah yang dimaksud dengan frasa “pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha?”
Menurut penjelasan pasal 9 ayat 8 huruf b disebutkan:
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.
Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Semoga bermanfaat.
Disclaimer: Tulisan ini hanyalah pendapat pribadi penulis dan penulis dibebaskan dari segala tuntutan apabila terdapat kesalahan informasi.