Perubahan Sanksi Administrasi Perpajakan Pada UU Cipta Kerja

Share:

Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Dengan adanya pajak pemerintah memiliki dana untuk membiayai program-program pembangunan. Karenanya akan sangat baik apabila ada kesadaran yang tinggi dari warga negara dalam kepatuhan membayar pajak. Bahkan Dirjen Pajak mempunyai slogan “Orang Bijak Taat Bayar Pajak”. Maksudnya adalah orang yang taat dalam membayar pajak adalah tergolong orang yang bijak karena turut berkontribusi dalam pembangunan negara.

Karena pentingnya peran dalam pembangunan ini, pajak bersifat memaksa. Negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Berikut ini adalah sanksi dalam perpajakan di Indonesia :

  1. Sanksi administrasi

Sanksi administrasi adalah sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak berupa pembayaran kerugian kepada negara dalam bentuk :

  • Sanksi bunga, sanksi ini dikenakan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran dalam hal kewajiban pembayaran pajak.
  • Sanksi denda, sanksi ini dikenakan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran dalam hal kewajiban pelaporan pajak.
  • Sanksi kenaikan, sanksi ini dikenakan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.
  1. Sanksi pidana

Sanksi pidana adalah sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak yang melakukan tindak pidana dibidang perpajakan. Sanksi ini berupa denda pidana dan/atau pidana kurungan.

Dilatarbelakangi oleh tujuan mendorong kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam masa pandemi Covid-19 yang melanda hampir semua negara didunia, Indonesia mengeluarkan kebijakan terkait sanksi administrasi pajak. Kebijakan ini tertuang dalam UU Cipta Kerja yang lebih dikenal dengan sebutan Omnibus Law yang sudah disahkan dan diundangkan pada tanggal 2 November 2020.

Beberapa perubahan sanksi administrasi yang diatur pada UU Cipta Kerja pasal 113 adalah sebagai berikut :

  1. Besaran sanksi bunga per bulan tidak lagi ditetapkan dengan prosentase fixed rate melainkan menggunakan prosentase flexible rate.

Tarif tetap sebesar 2% tidak lagi digunakan, melainkan mengacu pada suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan. Tarif bunga per bulan didasarkan pada suku bunga acuan yang berlaku pada tanggal dimulainya perhitungan sanksi ditambah dengan uplift factor, dibagi 12. Dan sanksi bunga tersebut dikenakan paling lama 24 bulan.

Uplift factor ditentukan berbeda-beda berdasarkan derajat kesalahan/ pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak. Untuk pelanggaran terkait self assessment, uplift factor mulai dari 0% sampai dengan 10%. Sedangkan uplift factor untuk pelanggaran berdasarkan official assessment adalah yang paling tinggi, yaitu sebesar 15%. Meski demikian, tarif sanksi bunga yang baru ini masih lebih rendah dari 2%.

Untuk pelanggaran yang terjadi sebelum UU Cipta Kerja ini berlaku tetapi masih belum diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) maka besaran tarif bunga yang digunakan berdasarkan pada suku bunga acuan pada saat UU Cipta Kerja ini berlaku.

  1. Besaran sanksi denda bagi PKP yang terlambat membuat faktur pajak atau tidak mengisi faktur pajak secara lengkap. Pada UU KUP Pasal 14 ayat (4) disebutkan denda ditetapkan sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak. Pada UU Cipta Kerja ini diubah besaran sanksi dendanya menjadi 1% dari dasar pengenaan pajak.
  1. Besaran sanksi denda atas pengungkapan ketidakbenaran data pada SPT dan belum dilakukan penyidikan, sebelumnya pada UU KUP Pasal 8 ayat (3) ditetapkan sebesar 150% dari pajak yang kurang dibayar. Pada UU Cipta Kerja diubah menjadi sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayarkan.
  1. Besaran sanksi administrasi berupa denda pada penghentian penyidikan tindak pidana pajak sebesar 3 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan. Pada UU KUP Pasal 44B ayat (2) besaran sanksi denda ini sebesar 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
  1. Mengatur penerapan satu jenis sanksi administrasi yang tertinggi nilai besaran sanksinya antara sanksi bunga dan sanksi kenaikan dalam pemeriksaan atas PPN dan PPnBM.
  1. Penghapusan sanksi kenaikan sebesar 200% atas kealpaan wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi dengan isian yang tidak benar atau tidak lengkap, dimana kealpaan ini dilakukan untuk pertama kali (UU KUP Pasal 13A). UU Cipta Kerja mengatur bahwa untuk semua kealpaan wajib pajak, apakah itu dilakukan pertama kali atau tidak, akan dikenakan sanksi pidana sesuai UU KUP Pasal 38.
  1. Perubahan sanksi kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, apabila wajib pajak setelah pemeriksaan tetapi belum diterbitkan SKP dengan kesadaran sendiri mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT sehingga menimbulkan pajak yang kurang dibayar (UU KUP Pasal 8 ayat 5). Pada UU Cipta Kerja diatur sanksi yang ditetapkan adalah sanksi bunga per bulan dengan tarif bunga acuan dari Kementrian Keuangan.

Perubahan sanksi administrasi ini merupakan wujud keseriusan pemerintah untuk mewujudkan sistem administrasi perpajakan yang lebih baik, dengan meningkatkan unsur proporsionalitas dan keadilan dalam sanksi yang diberikan. Kebijakan sanksi administrasi yang baru ini diharapkan memberi dampak positif terhadap kepatuhan wajib pajak sehingga mendorong kepada pungutan pajak yang lebih efektif dan efisien.

Disclaimer : Tulisan ini hanyalah pendapat pribadi penulis dan penulis dibebaskan dari segala tuntutan apabila terdapat kesalahan informasi.